Halaman

ASUHAN KEPERAWATAAN ANAK DENGAN DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

DHF (Dengue Haemorraghic Fever) pada masyarakat awam sering disebut sebagai demam berdarah. Menurut para ahli, demam berdarah dengue disebut sebagai penyakit (terutama sering dijumpai pada anak) yang disebabkan oleh virus Dengue dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi diikuti dengan gejala pendarahan spontan seperti; bintik merah pada kulit, mimisan, bahkan pada keadaan yang parah disertai muntah atau BAB berdarah.

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat stereotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari stereotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara Tropis dan Subtropis.

Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda. Di Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia. Timbulnya penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetik, tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda. Hal ini kemungkinan adanya faktor geografik selain faktor genetik dari hospesnya. Selain itu berdasarkan macam manifestasi klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara konvensional sudah berubah. Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan sub tropis.


B. Metode Penulisan

Dalam pembuatan makalah ini, menggunakan metode kepustakaan. Mengkaji pustaka terhadap bahan–bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah ini. Sebagai referensi juga diperoleh dari situs web internet yang membahas mengenai DHF.


BAB II

PEMBAHASAN


A. Konsep Dasar Penyakit 

1. Pengertian

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegeipty (Christantie Efendy,1995).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina ).(Seoparman, 1990).

DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir, Patrick manson, 2001).

2. Etiologi

a) Virus dengue sejenis arbovirus.

b) Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 stereotip, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap aktivitas diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 derajat Celcius. Keempat stereotip tersebut telah ditemukan pula di Indonesia dengan stereotip ke-3 merupakan stereotip yang paling banyak.

3. Patofisiologi

Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic, renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma pasien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.


4. Pathway



 


5. Tanda dan Gejala

a) Demam tinggi selama 5–7 hari.

b) Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.

c) Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.

d) Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.

e) Nyeri otot, tulang sendi, abdomen dan ulu hati.

f) Sakit kepala.

g) Pembengkakan sekitar mata.

h) Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening.

i) Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).


6. Klasifikasi 

a. Derajat I:

Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniquet positif, trombositopeni dan hemokonsentrasi.

b.  Derajat II:

Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti petekie, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.

c.   Derajat III:

Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.

d.   Derajat IV:

Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.


7. Pemeriksaan penunjang

Darah

a. Trombosit menurun.

b. HB meningkat lebih 20 %

c. HT meningkat lebih 20 %

d. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

e. Protein darah rendah

f. Ureum PH bisa meningkat

g. NA dan CL rendah Serology : HI (hemaglutination inhibition test).

h. Rontgen thorax : Efusi pleura.

i. Uji test torniquet (+)


8. Penatalaksanaan

a) Tirah baring

b) Pemberian makanan lunak

c) Pemberian cairan melalui infus

d) Pemberian obat-obatan: antibiotik, antipiretik

e) Anti konvulsi jika terjadi kejang

f) Monitor tanda-tanda vital (Tekanan Darah, Suhu, Nadi, RR, Sat O2).

g) Monitor adanya tanda-tanda renjatan

h) Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut

i) Periksa HB, HT dan Trombosit setiap hari.


9. KONSEP ANAK

a. Infant (usia 0-11 bulan)

Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, dimensi tingkat sel, organ maupun individu. Hal ini dapat diukur dengan ukuran berat, ukuran panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolik tubuh (Soetjiningsih, 2004).

Pertumbuhan pada usia 0-1 tahun (Betz, 2002)

Usia 0 sampai 6 bulan

Berat badan: berat badan akan menjadi dua kali lipat pada usia 6 bulan, berat badan bayi bertambah kira-kira 0,6 kg per bulan.

Panjang badan: rata-rata saat berumur 6 bulan adalah 65 cm, dengan kecepatan 2,5 cm per tahun. 

Lingkar kepala: mencapai 42,5 cm pada usia 6 bulan, lingkar kepala meningkat 1,25 cm per bulan. 

Usia 6 sampai 12 bulan 

Berat badan: berat badan menjadi tiga kali lipat pada usia satu tahun, perkiraan berat badan pada usia 1 tahun adalah 10 kg. Bayi menambah berat badanya 0,45 kg per bulan.

Panjang badan: bagian tubuh yang mengalami pertumbuhan terpesat ialah badan, bayi bertumbuh 1,25 cm per bulan. Panjang badan total meningkat 50% pada usia 1 tahun.

Lingkar kepala: meningakat 0,6 cm per bulan, lingkar kepala pada usia 1 tahun adalah 50 cm.

Perkembangan adalah serangkaian kemampuan yang bertambah dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses pematangan.  Motorik kasar anak sudah mampu berguling, telungkup dan terlentang pada sekitar umur 6 bulan anak mampu membalik, duduk tanpa di pegang. Motorik Halus anak mampu mengangguk-ngangguk dan memindahkan kubus. Kemampuan bahasa anak sudah mulai mengikuti bunyi-bunyian, mengoceh meyerupai satu suku kata ma,mu,da,di dan menoleh ke arah suara (Betz, 2002).  Perkembangan psikoseksual menurut Freud bahawa anak berada pada fase oral yaitu sumber kesenangan anak terbesar berpusat pada aktivitas oral seperti mengisap, menggigit, mengunyah, dan mengucap. Tahapan perkembangan psikososial menurut Erikson yaitu percaya vs tidak percaya dimana terbentuknya kepercayaan diperoleh dari hubungan dengan orang lain dan orang yang pertama berhubungan adalah orang tuanya. Anak akan mengembangkan rasa tidak percaya pada orang lain apabila pemenuhan kebutuhan dasar tidak terpenuhi.

b. Toddler 

Selama tahun ke dua masa kehidupan masih nampak kelanjutan perlambatan pertumbuhan fisik yaitu dengan kenaikan BB berkisar antara 1,5-2,5 kg dan PB 6-10 cm.  Anak akan mengalami penurunan nafsu makan sampai usia 3 tahun, hal ini mengakibatkan jaringan subkutan berkurang sehingga anak yang tadinya nampak gemuk dan montok akan menjadi lebih langsing dan berotot. Demikian pula dengan pertumbuhan otak yang akan mengalami perlambatan selama tahun ke-2, kenaikan lingkar pada tahun pertama mencapai pertambahan sebesar 12 cm dan selanjutnya pada tahun ke-2 hanya bertambah 2 cm (Soetjiningsih, 2004).

Aspek perkembangan yang seharusnya dicapai anak pada usia toddler adalah sebagai berikut:

Usia 12-18 bulan: berjalan sendiri tidak jatuh, mengambil benda kecil dengan ibu jari dan telunjuk, mengungkapkan keinginan secara sederhana, minum sendiri dari gelas dan tidak tumpah

Usia 18-24 bulan: berjalan mundur setidaknya lima langkah, mencoret–coret dengan alat tulis, menunjuk bagian tubuh dan menyebut namanya, meniru melakukan pekerjaan rumah tangga.

Usia 2-3 tahun: berdiri satu kaki tanpa berpegangan minimal 2 hitungan, meniru membuat garis lurus, menyatakan keinginan sedikitnya dengan 2 kata, melepas pakaian sendiri.


Perkembangan psikoseksual menurut Freud bahwa anak pada fase anal yaitu anak senang menahan feses, bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai dengan keinginannya, toilet training adalah waktu yang tepat dilakukan pada periode ini. Tahapan perkembangan psikososial menurut Erikson yaitu otonomi vs rasa malu dan ragu, anak ingin melakukan hal-hal yang ingin dilakukannya sendiri dengan menggunakan kemampuan yang sudah mereka miliki seperti berjalan, berjinjit, memanjat dan memilih mainan. Perasaan ragu atau malu akan timbul apabila anak dipaksa orang tua atau orang dewasa lainnya untuk memilih atau berbuat sesuatu yang dikehendaki mereka (Wong, 2009).

c. Pra sekolah (usia 3-5 tahun)

Proporsi fisik tidak lagi menyerupai anak toddler dalam posisi jongkok dan perut yang gembung. Postur tubuh anak pra sekolah lebih langsing tetapi kuat, anggun, tangkas dan tegap. Hanya ada sedikit perbedaan dalam karakteristik fisik sesuai dengan jenis kelamin, kecuali yang ditentukan oleh faktor lain seperti pakaian dan potongan rambut. Sebagaian sistem tubuh telah matur dan stabil serta dapat menyesuaikan diri dengan stress dan perubahan yang moderat. Selama periode ini sebagaian anak sudah menjalani toilet training. Seluruh gigi sesi dua yang berjumlah 20 harus lengkap pada usia 3 tahun. Perkembangan bahasa terjadi paling cepat antara usia 2 dan 5 tahun. Pembendaharaan kata bertambah dari 50-100 kata sampai 2000 lebih (Soetjiningsih, 2004).

Perkembangan motorik halus pada usia prasekolah memungkinkan anak mampu menggunakan sikat gigi dengan baik, anak harus menggosok giginya dua kali sehari. Aspek motorik anak usia prasekolah lebih berkembang dari usia sebelumnya. Keterampilan motorik kasar dan halus bertambah baik. Ketrampilan motorik kasar pada anak usia 3 tahun anak adalah dapat mengendarai sepeda roda tiga, menaiki tangga menggunakan kaki bergantian, berdiri satu kaki selama beberapa menit dan melompati sesuatu. Pada anak usia 4 tahun anak mampu melompat dengan satu kaki, menangkap bola dan menuruni tangga dengan kaki bergantian. Pada anak usia 5 tahun anak dapat melompat dengan kaki bergantian, melempar dan menangkap bola, melompati tali dan berdiri seimbang satu kaki bergantian dengan mata tertutup (Soetjiningsih, 2004).

Perkembangan psikoseksual menurut Freud bahwa anak berada pada fase falik yaitu anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki dengan mengetahui perbedaan alat kelamin. Tahapan perkembangan psikososial menurut Erikson bahwa akan timbul inisiatif vs bersalah, anak akan mengembangkan eksplorasi terhadap apa yang ada disekelilingnya. Hasil akhir diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasi. Perasaan bersalah akan timbul pada anak apabila anak tidak mampu berprestasi sehingga merasa tidak puas atas perkembangan yang tidak tercapai (Wong, 2009).

d. Usia sekolah (6-12 tahun)

Anak Usia 6-12 tahun adalah masa usia sekolah tingkat dasar bagi anak yang normal. Perkembangan anak masih sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Sebagai orang tua harus mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anaknya terutama pada usia ini karena pertumbuhan anak-anak sangat pesat yang harus diimbangi dengan pemberian nutrisi dan gizi yang seimbang. BB 16-23,6 kg dan TB 106,6-123,5 cm.  Pemunculan gigi insisor mandibula tengah, kehilangan gigi pertama, sering kembali menggigit jari, lebih menyadari tangan sebagai alat, suka menggambar, melukis dan mewarnai. Anak akan mampu menyelesaikan tugas yang diberikan. Jika lingkungannya mendukung anak akan lebih mudah untuk belajar kebiasaan seperti tidur dan bangun pada waktunya, makan, belajar, pada waktu dan tempatnya, dan anak mudah diajak kerja sama dan patuh (Betz, 2002).

Perkembangan psikoseksual menurut Freud yaitu anak pada fase laten yaitu anak menggunakan energi fisik dan psikologis yang merupakan media untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui aktivitas fisik maupun sosialnya. Tahapan perkembangan psikososial menurut Erikson adalah industry vs inferiority yaitu anak akan belajar untuk bekerja sama dan bersaing dengan anak lainnya melalui kegiatan yang dilakukan baik dalam kegiatan akademik maupun dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama. Rasa rendah diri akan berkembang apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkungannya dan anak tidak berhasil memenuhinya. Pujian atau reward  dari orang tua atau orang dewasa lainnya terhadap prestasi yang dicapainya menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu (Wong, 2009).

10. Dampak Hospitalisasi

Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.

Penyebab stress pada anak meliputi :

a. Psikososial

Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran.

b. Fisiologi

Kurang tidur, perasaan nyeri, immobilisasi dan tidak megontrol diri.

c. Lingkungan asing

Kebiasaan sehari-hari berubah.

d. Pemberian obat kimia

Reaksi anak saat dirawat di RS sesuai tumbang.

e. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebaya.

f. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri.

g. Selalu ingin tahu alasan tindakan.

h. Berusaha independent dan produktif.

Reaksi orang tua

a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak.

b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan RS.


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1.   Identitas pasien

Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua.

2.  Keluhan Utama

Alasan/ keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.

3.   Riwayat Penyakit Sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang di sertai menggigil dan saat demam kesadaran compos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, filek, nyeri telan, mual, muntah, anorexia, diare/ konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis.

4.  Riwayat penyakit yang pernah di derita

Penyakit apa saja yang pernah di derita. Pada DHF, anak bisa mengalami serangan ulang DHF dengan tipe virus yang lain.

5.   Riwayat Imunasasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.

6.   Riwayat Gizi

Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.

7.  Kondisi lingkungan

Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar.


8.  Pola kebiasaan

1)  Nutrisi dan metabolisme frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang dan nafsu makan menurun.

2)  Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami diare/ konstipasi. sementara DHF pada grade III-IV bisa terjadi melena.

3)  Eliminasi urine (buang air kecil) perlu di kaji apakah sering kencing, sedikit/ banyak, sakit/ tidak. pada DHF garade IV sering terjadi hematuria.

4)  Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit/ nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.

5)  Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk membesihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.

6)  Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga kesehatan.


9.   Pemeriksaan fisik. Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak adalah sebagai berikut.

1)  Grade I: Kesadaran kompos mentis, keadaaan umum lemah, tanda-tanda vital dan nadi lemah.

2)  Grade II: Kesadaran kompos mentis, keadaaan umum lemah, ada perdarahan spontan ptekia, perdarahan gusi dan telinga serta nadi lemah, kecil dan tidak teratur.

3)  Grade III: kesadaran apatis, somenolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil dan tidak teratur serta tensi menurun.

4)  Grade IV: Kesadaran koma, tanda-tanda vital; nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.


10.  Sistem Integumen:

1)  Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun dan muncul keringat dingin dan lembab.

2)  Kuku sianosis/ tidak

3)  Kepala dan leher.

Kepala terasa  nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV, pada mulut di dapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hypertemia pharing dan terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III & IV ).

4)  Dada

Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. pada fhoto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), Rales +, ronkhi + yang biasanya terdapat grade III dan IV.

5)  Abdomen, mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asietas.

6)  Ekstremitas, akral dingin dan terjadi nyeri otot, sendi serta tulang.


11.  Pemeriksaan Laboratorium.

 Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan di jumpai:

1)   HB dan PCV meningkat (> 20 %)

2)   Trombositopenia (< 100.000/ml)

3)   Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)

4)   lg.G dan Ig.M dengue fositif

5)   Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan: hipoproteinemi, hipokloremia dan hiponatremia.

6)   Urium dan PH darah mungkin meningkat.

7)   Asidosis metabolik: pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah.

8)   SGOT/ SGPT mungkin meningkat.


B. Diagnosa keperawatan.

a.  Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit/ viremia.

b.  Nyeri berhubungan dengan proses patologi penyakit.

c.  Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma, evaporasi, intake tidak adekuat

d. Risiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.

e.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.

f.  Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.

g.  Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF berhubungan dengan kurangnya informasi.


C.  Intervensi dan Rasional

a.  Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit/ viremia.

     Intervensi:

1)  Observasi tanda–tanda vital pasien: suhu, nadi, tensi, pernapasan, tiap 4 jam atau lebih sering

R/ Tanda –tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

2)     Beri penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh

R/ Penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat membantu pasien/ keluarga mengurangi kecemasan yang timbul.

3)     Menjelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan.

R/ Penjelasan yang diberikan akan memotivasi klien untuk kooperatif.

4)     Menganjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 ltr/ 24 jam dan jelaskan manfaatnya bagi pasien.

R/ Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.

5)     Berikan kompres hangat pada kepala dan axilla

R/ Pemberian kompres akan membantu menurunkan suhu tubuh.

6)     Kolaborasi: Pemberian antipiretik

R/  Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

b.  Nyeri berhubungan dengan proses patologi penyakit.

  Intervensi:

1)     Kaji tingkat nyeri yang dialami klien.

R/  Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami klien.

2)     Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri (budaya, pendidikan, dll)

R/   Reaksi klien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dengan mengetahui faktor tersebut maka perawat dapat melakukan intervensi sesuai masalah klien.

3)     Berikan posisi nyaman dan ciptakan lingkungan yang tenang.

R/  Untuk mengurangi rasa nyeri

4)     Berikan suasana gembira bagi pasien, lakukan teknik distraksi atau teknik relaksasi.

R/  Dengan teknik distraksi atau relaksasi, klien sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.

5)     Beri kesempatan pasien untuk berkomunikasi dengan orang terdekat.

R/   Berhubungan dengan orang terdekat dapat membuat klien teralih

    perhatiannya dari nyeri yang dialami.

6)     Kolaborasi: Berikan obat-obat analgetik

R/ Obat analgetik dapat mengurangi atau menekan nyeri klien.

c.    Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma, evaforasi, intake tidak adekuat.

Intervensi:

1)     Kaji keadaan umum klien (pucat, lemah, tacikardi) serta tanda–tanda vital.

R/   Menetapkan data dasar, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan normalnya.

2)     Observasi adanya tanda–tanda syok

R/    Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang dialami klien.

3)   Anjurkan klien untuk banyak minum.

R/   Asupan cairan sangat diperluakan untuk menambah volume cairan tubuh.

4)    Kaji tanda dan gejala dehidrasi/ hipovolemik (riwayat muntah, diare, kehausan, turgor jelek).

R/   Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan.

5)    Kaji masukan dan haluaran cairan.

       R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan.

6)    Kolaborasi: Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.

R/  Pemberian cairan intra vena sangat penting bagi klien yang mengalami defisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk untuk rehidrasi.

d.  Risiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.

     Intervensi:

1)    Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda-tanda klinis.

R/ Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

2)     Beri penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada klien.

R/   Agar klien/ keluarga mengetahui hal hal yang mungkin terjadi padaklien dan dapat membantu mengantisipasi terjadinya perdarahan.

3)    Anjurkan klien untuk banyak istirahat.

R/ Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.

4)     Beri penjelasan pada klien/ keluarga untuk segera melaporkan tanda-tanda perdarahan (hematemesis, melena, epistaksis).

R/ Keterlibatan keluarga akan sangat membantu klien mendapatkan penanganan sedini mungkin.

5)     Antisipasi terjadinya perdarahan (sikat gigi lunak, tindakan invasif dengan hati-hati).

R/  Klien dengan trombositopenia rentan terhadap cedera/ perdarahan.

e.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.

Intervensi:

1)   Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien

      R/  Untuk menetapkan cara mengatasinya.

2)   Kaji cara/ pola menghidangkan makanan klien

     R/  Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan klien.

3)   Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan dihidangkan saat masih hangat.

R/ Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.

4)    Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering

     R/ Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena makanan dalam porsi banyak.

5)    Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit.

R/  Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.

6)    Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien.

R/ Mengetahui pemasukan/ pemenuhan nutrisi klien.

f.  Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.

Intervensi:

1)     Mengkaji keluhan klien

R/ Untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien.

2)      Kaji hal-hal yang mampu/ tidak mampu dilakukan oleh klien sehubungan dengan kelemahan fisiknya.

R/  Untuk mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya.

3)      Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan tingkat keterbatasan klien seperti mandi, makan, eliminasi.

R/   Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada saat kondisinya lemah tanpa membuat klien mengalami ketergantungan pada perawat.

4)     Bantu klien untuk mandiri sesuai dengan perkembangan kemajuan fisiknya.

R/  Dengan melatih kemandirian klien, maka klien tidak mengalami ketergantungan.

5)     Letakkan barang-barang di tempat yang mudah dijangkau oleh klien.

R/  Akan membantu klien memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bantuan orang lain.

g.   Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF berhubungan dengan kurangnya informasi.

Intervensi:

1)    Kaji tingkat pengetahuan klien/ keluarga tentang penyakit DHF.

R/  Sebagai data dasar pemberian informasi selanjutnya.

2)     Kaji latar belakang pendidikan klien/ keluarga.

R/  Untuk memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan klien/ keluarga sehingga dapat dipahami.

3)     Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan pada klien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.

R/  Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.

4)      Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya pada klien.

R/  Dengan mengetahui prosedur/ tindakan yang akan dilakukan dan manfaatnya, klien akan kooperatif dan kecemasannya menurun.

5)      Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-hal yang ingin diketahui sehubungan dengan penyakit yang diderita klien.

R/  Mengurangi kecemasan dan memotivasi klien untuk kooperatif.

6)     Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan penjelasan.

R/  Untuk membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan karena dapat dilihat/ dibaca berulang kali.


BAB IV

PENUTUP


A. Kesimpulan

Banyak cara untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vektor dari DHF adalah nyamuk Aedes aegepty, maka ada beberapa hal yang sebaiknya dilaksanakan untuk memutuskan rantai penyakit:

1.  Tanpa insektisida:

a. Menguras bak mandi, tempayan, drum, dll minimal seminggu sekali.

b. Menutup penampungan air rapat-rapat.

c. Membersihkan pekarangan dari kaleng bekas, botol bekas yang memungkinkan nyamuk bersarang.

2. Dengan insektisida:

a. Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa; biasanya dengan fogging/ pengasapan.

b. Abate untuk membunuh jentik nyamuk denan cara ditabur pada bejana-bejana tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram Abate SG 1% per 10 liter air.


B. Saran

Kelompok berharap semoga penyusunan makalah tentang Askep pada anak/ bayi dengan DHF ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan praktik keperawatan. Dan juga dengan makalah ini dapat menjadi acuan untuk tindakan proses keperawatan yang komprehensif.




DAFTAR PUSTAKA


Asuhan keperawatan bayi dan anak ( untuk perawat dan bidan)


Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel